" Kutipan Tulisan gordon H. Clark tentang Argumen kosmologis & Teleologis "
Di bawah ini
adalah terjemahan tulisan Gordon H. Clark tentang Argumen Kosmologis dan
Teleologis bagi keberadaan Allah. Kutipan ini lebih banyak menunjukkan ketidakvalidan
argumen teleologis. Di bawah ini adalah tulisannya:
Argumen ontologis telah memunculkan banyak diskusi.
Saat orang baru pertama kali mempelajari argumen tersebut, biasanya mereka
bereaksi dengan kecurigaan yang kuat tetapi tidak mampu menemukan kesalahan di
dalamnya. Ada pakar yang menganggapnya sebagai sesuatu yang kedalamannya
sempurna sedangkan pakar lain menganggapnya sebagai sebuah omong kosong yang
terbodoh. Kalau ada keharusan untuk membahasnya di sini, keharusan tersebut
harus diabaikan saat ini.
Argumen
kosmologis tidak menemui reaksi-reaksi ekstrim seperti itu. Tampaknya argumen
ini lebih dapat diterima dan pembelanya termasuk nama-nama terkenal seperti
Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, dan John Locke. Walaupun pernyataan
sederhana tentang argumen tersebut terasa tidak adil, namun mungkin
ringkasannya oleh Kant dapat digunakan untuk mengindikasikan gagasan inti yang
ada dalam setiap bentuknya. [Kant meringkasnya demikian; Jika sesuatu ada, maka
satu wujud yang tidak terhindarkan pasti ada. Setidaknya saya ada, karena itu
pastilah ada satu wujud yang tidak terhindarkan. Kant kemudian melanjutkan:
“Dalam argumen kosmologis telah dirakitkan begitu banyak proposisi mutakhir
dari pemikiran spekulatif yang tampaknya telah dikerahkan akal budi (reason)
dengan semua ketrampilan dialektisnya untuk menghasilkan ilusi transenden yang
paling ekstrim.” Analisa Kant terhadap argumen tersebut bersifat teknis karena
itu mungkin ada baiknya untuk merenungkan bantahan popular Hume terhadap
argumen kosmologis dan argumen teleologis. Argumen tentang keberadaan Allah,
kata Hume, bergantung pada kesimpulan bahwa tanda-tanda inteligensia dan
rancangan yang jelas terlihat di alam semesta membutuhkan adanya
pemikiran/perencanaan yang cerdas, bukan hanya hasil dari proses acak. Kemudian
Hume mencatat bahwa menurut prinsip esensial logika, kesimpulan dari sebuah
argumen tidak boleh melebihi bukti yang diberikan oleh premis. “Satu benda
seberat 10 ons yang terangkat naik dalam sebuah neraca mungkin bisa dipakai untuk
menunjukkan bahwa benda yang berada di ujung lain neraca lebih berat daripada
benda [10 ons] tersebut, tetapi itu tidak dapat dipakai untuk membuktikan bahwa
berat benda tersebut melebihi 100 ons.” Penyebab [alam semesta], (kalau
keberadaan penyebab tersebut dan keberadaan alam semesta didasarkan pada
pengamatan dampak/efeknya) tidak dapat diasumsikan sebagai lebih besar daripada
yang cukup untuk menghasilkan efek yang teramati. Dan saat penyebabnya
dibuktikan dengan cara ini, tidak mungkin untuk “kembali dari penyebab dan
menyimpulkan efek/dampak lain selain efek yang dengannya kita mengetahui
penyebab tersebut. Tidak ada seorangpun yang hanya dengan mengamati salah satu
gambar Zeuxis dapat mengetahui bahwa dia juga merupakan seorang pematung atau
seorang arsitek.” Demikian juga andaikata ada inferensi/kesimpulan yang valid
dari dunia/alam semesta akan adanya Tuhan, tuhan yang dibuktikan dengan cara
tersebut hanya dapat memiliki kualitas/sifat yang memungkinkannya menghasilkan
efek yang teramati. Argumen seperti itu mungkin membuktikan adanya tuhan yang
sangat berkuasa, tetapi bukan Tuhan yang maha kuasa. Argumen seperti itu juga
tidak dapat membuktikan bahwa Tuhan tidak lebih adil dan terpuji daripada yang
diperbolehkan proporsi/perbandingan kebahagiaan dan kemalangan yang teramati di
dunia. Karena itu tidak ada alasan bahwa Tuhan akan melakukan penyesuaian
terhadap penderitaan orang tidak bersalah di masa mendatang.
Terhadap
pertimbangan-pertimbangan ini mungkin ada orang yang mengatakan bahwa sebuah
bangunan yang setengah jadi yang penuh dengan tumpukan bata, plester, dan kayu
merupakan alasan yang cukup bukan hanya untuk menyimpulkan adanya seorang
kontraktor atau seorang arsitek tetapi juga bahwa dia akan kembali untuk
melengkapi karyanya tersebut. Demikian juga saat kita melihat adanya
ketidakadilan di dunia ini tidak dapatkah kita secara logis menyimpulkan bahwa
Tuhan akan kembali dan memastikan adanya keadilan di dunia? Jawabannya tidak.
Ada alasan untuk mengharapkan seorang kontraktor untuk kembali menyelesaikan
bangunan yang setengah jadi, tetapi alasan ini didasarkan pada banyak
pengalaman sebelumnya dengan kontraktor. Kadang-kadang memang terjadi
keterlambatan, tetapi biasanya kontraktor menyelesaikan bangunan yang
dimulainya. Namun demikian, dalam kaitan dengan Tuhan dan dunia, tidak ada
alasan seperti itu. Tuhan bukan salah satu dari dalam satu kelompok yang telah
kita amati cara kerjanya dan dunia ini bukanlah salah satu dari sekian banyak
dunia yang telah kita amati tingkat-tingkat perkembangannya/penciptaannya. Ini
adalah satu-satunya dunia yang kita pernah tahu/lihat/amati, dan fakta bahwa
bagian-bagian tertentu dari dunia ini tidak menyenangkan untuk kita seperti
halnya rancangan seorang kontraktor tidak menyenangkan bagi seorang ibu rumah
tangga tidak membuktikan bahwa dunia ini adalah seperti bangunan yang belum
selesai.
The Works of Gordon Haddon Clark,
Volume I, halaman 24 – 25, terjemahan bebas Ma Kuru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar