UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA

Rabu, 02 Januari 2013

“ Angkatlah 2 telunjukmu dan letakkan diatas kepalamu “


“ Angkatlah 2 telunjukmu dan letakkan diatas kepalamu “

Ketika kita Ingin mengejar suatu kebahgyaan dimasa depan itu, maka kita harus siap dan berani melalui  hari Ini atau esok untuk mencapai masa depan .
Tak munafik untuk melalui semua dengan aturan kehidupan yang ada, Tapi tak semua Orang mampu melewatinya, Bahkan titik pun menjadi penghalang untuknya.
Ketika masa depan itu diatur sedini mungkin, ada juga hambatan dalam Hari & waktu .
Bahkan keadaan pun menjadi tolak ukur kebahgyaan yang Ingin diraih, Contoh ketika Ingin kuliah, apakah dia memiliki biaya? , Suatu cita-cita menjadi apa yang diinginkan terkecoh Oleh fisik, bahkan terkadang usaha yang dilakukan tak sebanding dengan perjuangan ketika kita menahan nafas sedetik malah menjadi seumur hidup ketika semua selesai pada waktunya.
Doa dan usaha selalui dilalui, mungkin semangatpun sudah bukan makanan sehari-hari tetapi nafas ketika kita ingin hidup dalam warnanya dunia . dimana warn itu selalu ingin berwarna Indah tanpa adanya gelap. Egois mungkin kedengarannya, tetapi itulah hidup. Selalu ingin merasa puas dengan apa yang mereka kerjakan .
Dan pada akhirnya berfikir, untuk apa hidup, mencari kita hidup, untuk siapa kita hidup dan bagaimana kehdiupan kita saat ini dan nanti ???
Pertnyaan itu selalu muncul ketika kita sedang sendiri menatap kehampaan.
Tujuan kita hanya 1 ( satu ) didunia, yaitu hanya mencari Pahala dan beribadah sampai waktunya tiba . dimana tak ada satupun makhluk yang tau itu semua kapan dan seperti apa akhirnya.

" Kutipan Tulisan gordon H. Clark tentang Argumen kosmologis & Teleologis "


" Kutipan Tulisan gordon H. Clark tentang Argumen kosmologis & Teleologis "
 
Di bawah ini adalah terjemahan tulisan Gordon H. Clark tentang Argumen Kosmologis dan Teleologis bagi keberadaan Allah. Kutipan ini lebih banyak menunjukkan ketidakvalidan argumen teleologis. Di bawah ini adalah tulisannya:

Argumen ontologis telah memunculkan banyak diskusi. Saat orang baru pertama kali mempelajari argumen tersebut, biasanya mereka bereaksi dengan kecurigaan yang kuat tetapi tidak mampu menemukan kesalahan di dalamnya. Ada pakar yang menganggapnya sebagai sesuatu yang kedalamannya sempurna sedangkan pakar lain menganggapnya sebagai sebuah omong kosong yang terbodoh. Kalau ada keharusan untuk membahasnya di sini, keharusan tersebut harus diabaikan saat ini.

Argumen kosmologis tidak menemui reaksi-reaksi ekstrim seperti itu. Tampaknya argumen ini lebih dapat diterima dan pembelanya termasuk nama-nama terkenal seperti Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, dan John Locke. Walaupun pernyataan sederhana tentang argumen tersebut terasa tidak adil, namun mungkin ringkasannya oleh Kant dapat digunakan untuk mengindikasikan gagasan inti yang ada dalam setiap bentuknya. [Kant meringkasnya demikian; Jika sesuatu ada, maka satu wujud yang tidak terhindarkan pasti ada. Setidaknya saya ada, karena itu pastilah ada satu wujud yang tidak terhindarkan. Kant kemudian melanjutkan: “Dalam argumen kosmologis telah dirakitkan begitu banyak proposisi mutakhir dari pemikiran spekulatif yang tampaknya telah dikerahkan akal budi (reason) dengan semua ketrampilan dialektisnya untuk menghasilkan ilusi transenden yang paling ekstrim.” Analisa Kant terhadap argumen tersebut bersifat teknis karena itu mungkin ada baiknya untuk merenungkan bantahan popular Hume terhadap argumen kosmologis dan argumen teleologis. Argumen tentang keberadaan Allah, kata Hume, bergantung pada kesimpulan bahwa tanda-tanda inteligensia dan rancangan yang jelas terlihat di alam semesta membutuhkan adanya pemikiran/perencanaan yang cerdas, bukan hanya hasil dari proses acak. Kemudian Hume mencatat bahwa menurut prinsip esensial logika, kesimpulan dari sebuah argumen tidak boleh melebihi bukti yang diberikan oleh premis. “Satu benda seberat 10 ons yang terangkat naik dalam sebuah neraca mungkin bisa dipakai untuk menunjukkan bahwa benda yang berada di ujung lain neraca lebih berat daripada benda [10 ons] tersebut, tetapi itu tidak dapat dipakai untuk membuktikan bahwa berat benda tersebut melebihi 100 ons.” Penyebab [alam semesta], (kalau keberadaan penyebab tersebut dan keberadaan alam semesta didasarkan pada pengamatan dampak/efeknya) tidak dapat diasumsikan sebagai lebih besar daripada yang cukup untuk menghasilkan efek yang teramati. Dan saat penyebabnya dibuktikan dengan cara ini, tidak mungkin untuk “kembali dari penyebab dan menyimpulkan efek/dampak lain selain efek yang dengannya kita mengetahui penyebab tersebut. Tidak ada seorangpun yang hanya dengan mengamati salah satu gambar Zeuxis dapat mengetahui bahwa dia juga merupakan seorang pematung atau seorang arsitek.” Demikian juga andaikata ada inferensi/kesimpulan yang valid dari dunia/alam semesta akan adanya Tuhan, tuhan yang dibuktikan dengan cara tersebut hanya dapat memiliki kualitas/sifat yang memungkinkannya menghasilkan efek yang teramati. Argumen seperti itu mungkin membuktikan adanya tuhan yang sangat berkuasa, tetapi bukan Tuhan yang maha kuasa. Argumen seperti itu juga tidak dapat membuktikan bahwa Tuhan tidak lebih adil dan terpuji daripada yang diperbolehkan proporsi/perbandingan kebahagiaan dan kemalangan yang teramati di dunia. Karena itu tidak ada alasan bahwa Tuhan akan melakukan penyesuaian terhadap penderitaan orang tidak bersalah di masa mendatang.
Terhadap pertimbangan-pertimbangan ini mungkin ada orang yang mengatakan bahwa sebuah bangunan yang setengah jadi yang penuh dengan tumpukan bata, plester, dan kayu merupakan alasan yang cukup bukan hanya untuk menyimpulkan adanya seorang kontraktor atau seorang arsitek tetapi juga bahwa dia akan kembali untuk melengkapi karyanya tersebut. Demikian juga saat kita melihat adanya ketidakadilan di dunia ini tidak dapatkah kita secara logis menyimpulkan bahwa Tuhan akan kembali dan memastikan adanya keadilan di dunia? Jawabannya tidak. Ada alasan untuk mengharapkan seorang kontraktor untuk kembali menyelesaikan bangunan yang setengah jadi, tetapi alasan ini didasarkan pada banyak pengalaman sebelumnya dengan kontraktor. Kadang-kadang memang terjadi keterlambatan, tetapi biasanya kontraktor menyelesaikan bangunan yang dimulainya. Namun demikian, dalam kaitan dengan Tuhan dan dunia, tidak ada alasan seperti itu. Tuhan bukan salah satu dari dalam satu kelompok yang telah kita amati cara kerjanya dan dunia ini bukanlah salah satu dari sekian banyak dunia yang telah kita amati tingkat-tingkat perkembangannya/penciptaannya. Ini adalah satu-satunya dunia yang kita pernah tahu/lihat/amati, dan fakta bahwa bagian-bagian tertentu dari dunia ini tidak menyenangkan untuk kita seperti halnya rancangan seorang kontraktor tidak menyenangkan bagi seorang ibu rumah tangga tidak membuktikan bahwa dunia ini adalah seperti bangunan yang belum selesai.
The Works of Gordon Haddon Clark, Volume I, halaman 24 – 25, terjemahan bebas Ma Kuru